***
Tiba di rumah, jam dipergelangan tanganku menunjukkan pukul tujuh lebih lima menit. Aku menghela nafas panjang. Perjuangan panjang tiba dengan cepat. Biasanya aku tiba di rumah paling cepat jam delapan. Rutinitasku sebagai karyawan di salah satu mall serta mahasiswi alih profesi sebuah universitas swasta sangat menguras tenaga. Namun, demi bisa membuktikan pada orangtua, aku rela melakukannya, kuliah sambil kerja.
Usai membuka sepatu dan kaos kaki, ponsel di saku jaketku berbunyi. Dengan cepat kurogoh saku jaket dan mengeluarkan benda pipih berwarna hitam yang kumiliki.
“Mama dengan Bapak keluar hadiri takziah keluarga jauh. Jangan lupa kunci pintu depan.”
Kubaca pesan Mama di layar ponsel. Aku mengedikkan pundak tanda pasrah. Setelah itu, aku pun berlalu masuk ke dalam rumah setelah membuka pintu dengan kunci yang kuambil dari tempat biasa Mama meletakkannya. Pintu depan kututup lalu melenggang masuk menuju kamarku yang berada sekitar 3 ruangan setelah dari ruang tamu. Tanpa firasat apapun, aku juga masuk ke dalam kamarku.
Setelah meletakkan ransel serta membuka jaket dan atribut lainnya, aku berganti kostum dan berniat untuk ke kamar mandi. Wajahku rasanya agak gatal dengan sisa riasan yang sebenarnya kupakai saat hendak ke kampus tadi. Sebelum mencapai kamar mandi, aku melewati kamar Uwak Leman. Beliau keluarga jauh dari Mama yang melajang di usianya hampir mencapai 50 tahun itu. Aku berhenti dan memundurkan tubuh, pintu kamar Uwak Leman sedikit terkuak. Aku melirik, kulihat Uwak tengah duduk di bibir ranjang sembari menunduk.
“Uwak udah makan?” tanyaku seperti biasa. Uwak Leman tidak menjawab namun mengangkat jarinya tanda OK. Aku ber -oh ria- dan berlalu menuju kamar mandi.
Blammm …
Pintu kamar Uwak tertutup dengan sempurna sementara aku terlonjak kaget bukan kepalang.
“Asem, dah. Uwak datang bulan ya kali pake emosi jiwa nutup pintu,” rutukku sembari mengelus dada yang berdegup icikiwier. Aku melanjutkan langkah dan ritual cuci muka. Setelah selesai, akupun balik ke kamar. Melintas di depan kamar Uwak, aku mendengar alunan musik gamelan serta suara wanita khas jawa yang tengah bernyanyi. Aku terhenti beberapa langkah dari kamar Uwak.
“Tumben Uwak muter lagu kayak gitu? Perasaan itu lagu yang biasanya ada di film-film horor deh,” kataku. Aku menggelengkan kepala tanda benar-benar heran dengan perubahan suasana hati Uwak Leman malam ini, “Udahlah, ngapain juga aku pikirin. Mending makan trus istirahat.” imbuhku.
***
Kelar makan, aku beranjak ke ruang keluarga. Aku kembali berjengit, di sana, di sudut sofa terlihat Uwak Leman duduk dengan posisi membelakangi tv. Aneh. Aku sempat melongok kearah Uwak sebelum bokong kuhempaskan ke sofa tunggal yang berjarak sekitar 3 meter dari sofa di mana Uwak duduk. Hmm, Uwak lagi megang ponsel dari cahaya layar ponsel yang kulihat. Remote tv kuraih dari meja, channel ajang pencarian bakat kupilih untuk kutonton.
Tak lama kemudian Uwak berdiri dan berjalan kearah pintu tengah, tetapi lewat belakang sofa, aku melirik sekilas. Biasa saja, Uwak terus berlalu. Mendadak tenggukku seolah disengat hawa dingin hingga akupun bergidik kedinginan. Aku menoleh, Uwak sudah tak terlihat.
“Lho, cepet banget jalannya, si Uwak? Perasaan baru juga melintas, deh,” batinku. Aku memijit kening dengan keanehan yang ada.
10 menit berlalu, Uwak tak juga muncul. Beliau kemana? Ruang tamu? Apa keluar rumah? Kalau keluar rumah pasti pintu depan berbunyi. Sejam berlalu. Aku menggeliat dan menguap.
“Jena, ambilkan Uwak perban dong sama obat merah,” suara Uwak Leman meminta tolong padaku yang asyik mendekap bantalan sofa, adegan horor di tv yang kuubah tadi membuatku benar-benar terkejut. Uwak sudah duduk kembali di sofa sebelah. Masih dengan posisi mem-be-la-ka-ngi-ku.
“Iya, bentar Uwak, Jena ambilin.” Dengan malas aku beranjak ke lemari penyimpanan obat yang berada di sisi kananku paling ujung berdekatan dengan dinding. Perban juga obat merah kuambil dan berjalan kearah Uwak lalu mengangsurkannya pada beliau.
Aku kembali melanjutkan acara nontonku. 10 menit kemudian.
“Jena, bisa masukkan biji mata Uwak ke tempatnya lagi, tidak?” suara Uwak terdengar.
“Iih, Uwak. Masukin sendiri kali. Masa Jena juga yang harus masukin tuh biji mata ke tempatnya,” jawabku sedikit emosi. Apaan sih si Uwak, gak bisa lihat orang seneng dikit.
“Kalo gitu, bantuin Uwak kumpulin otak Uwak yang berceceran nih.”
Astaga, Uwak kenapa sih doyan banget gangguin aku yang lagi santai. Aku bangkit dari duduk, lalu melempar bantalan sofa dan memilih berjalan masuk ke kamarku sambil menutup pintu dengan kesal.
Braaaammm …
“Masukin biji mata-lah, kumpulin otak-lah, kenapa coba gak lakuin sendiri?” rutukku kesal. Aku membuang tubuhku keatas ranjang dan memilih tidur.
Kreekk…
Pintu kamarku terbuka. Aku langsung terbangun. Di sana, yah, di sana Uwak Leman berdiri dengan kepala pecah, mata yang nyaris keluar serta seluruh anggota tubuhnya tak beraturan lagi.
“Uwakkkkk?” pekikku histeris.
Ddddrrttt … Dddrrrrtttt …
Ponselku bergetar. Aku kembali dibuat terkejut, alaihumgambreng …
Dengan terengah-engah aku terbangun. Kulirik ponselku yang memang tengah bergetar di sebelah kananku. Astaga, yang tadi itu mimpi tapi berasa nyata. Huff, kuusap peluh yang membanjiri kening dan leherku.
“Halo, Mama,”
“Jena, kamu dari mana? Mama hubungi kok lama baru diangkat?” serbu Mama begitu telpon kuterima.
“Jena ketiduran, Ma. Hooaaammm,” jawabku dengan mata yang begitu berat.
“Jena, pintu depan kamu kunci kan, Nak? Itu, ada telpon dari kepolisian, Uwak Leman kecelakaan saat balik dari tempat takziah. Mayatnya lagi menuju rumah sakit. Uwak Leman meninggal di tempat, Jen. Kepala Uwak hancur, otaknya berceceran, dua matanya lepas. Haloooo, Jena, Hallooo…”
Praaaangg …
Aku membeku dibibir ranjang. Ponselku jatuh di lantai dan pecah berkeping.
“Aku berdua dengan siapa di rumah?” lirihku.
“Masukin mata ke tempatnya? Kumpulin otak yang berceceran?” ulang ku lagi.
Sementara di luar kamarku, suara gamelan terus saja bergema disusul suara cekikikan. Bayangan wara wiri terlihat di bawah pintu kamarku. Suara tv pun mendadak distel besar.
“Jena, bantu Uwak benerin kaki Uwak yang patah.”
***
Kota Daeng, 030419.
Kak Dikaaaa ….
Akuhpadamu Dek Veraaaaaa… hihihi
Is is iss. Kok serem
?
Uwak Leman di sini tukang becak motor ?