Ia tidak tahu. Yang ia tahu dan rasakan kini hanyalah seribu tusukan anak panah dan sakit hati yang demikian hebat. Ia hanya bisa berkata kepada dirinya sendiri, “Seharusnya dulu aku mati!”
[Blurb]
*****
Seperti yang teman-teman Penakata baca, dari judul buku yang ingin kureview untuk challenge resensi buku kali ini, Pengantin Hamas. Buku ini bertema romansa dengan latar belakang konflik Israel-Palestina.
Tokoh utama adalah seorang lelaki Palestina yang bernama Ibrisim, dia memiliki saudara kembar bernama Ibris. Keduanya sangat bertolak belakang dalam memandang perang dan jihad. Kembar tapi berbeda pilihan dalam menentukan sikap untuk melakukan perlawanan.
Ibrisim yang memiliki janji pada masa lalunya untuk masuk dalam sebuah organisasi militer, terhalang oleh restu sang ibu. Bagi pelaku jihad, restu ibu adalah syarat mutlak agar kematian mereka di medan perang dianggap syahid.
Belum sampai restu dari sang ibu dia dapatkan, Ibrisim dihadapkan pada dilema baru. Di mana laki-laki itu terpaut oleh dua hati wanita yang berbeda, teman masa kecil yang telah lama hilang dan sang kekasih yang sudah menyatakan bersedia menikah dengannya.
Ibrisim menentukan pilihan. Namun, di sanalah awal konflik yang sebenarnya. Merangkai harapan tidak semudah merealisasikan. Tidak ada yang bisa menolak takdir Tuhan.
Kekacauan dimulai, pertaruhan cinta, nyawa, dan harapan pun tak terelakkan.
Akhir kisah, cerita ini mengajarkan bahwa mati bukanlah sesuatu yang harus ditangisi.
*****
Menurutku sebagai pembaca, buku ini disajikan dengan alur campuran yang baik.
Kekurangannya terletak pada world building yang kurang membuat imajinasiku menggambar sketsa tempat kejadian. Masjid runtuh, rumah, suasana, juga tempat-tempat lain yang hanya disebutkan tidak diceritakan lebih detil. Meski hanya satu atau dua bagian tempat, aku berharap ada showing tentang setting.
Penokohan, cerita ini menggunakan POV tiga serba tahu atau yang biasa disebut,
Perasaan tokoh digambarkan dengan baik. Namun, tidak demikian dengan gerak-gerik mereka. Menurutku kurang showing pula di beberapa momen. Oleh sebab itu, aku kesulitan mendapatkan sentuhan di hati.
Penilaian akhirku untuk keseluruhan isi buku ini, cukup baik dan menambah pengetahuan juga gambaran tentang konflik di sana. Tentang kisah romansanya sendiri, jujur saja sebagai pembaca aku kurang merasa tersentuh.
Nilai: 3’5 – 5
———
Side story:
Buku ini adalah salah satu karya Mbak Vanny Chrisma. Dia adalah teman, Kakak sekaligus editor salah satu novel teenfic-ku yang berjudul “If I Told You.
Yup, kamu nggak salah baca. Ini buku editorku sendiri. Hehee Mbak Vanny sekarang memiliki sebuah penerbitan indie, Multisia Publisher yang terletak di kota Sidoarjo. Kami akrab dan sering berdebat dalam beberapa hal, apalagi kalau sedang ngomongin novel dan ide-ide baru.
Kami cukup lama saling kenal, tapi aku belum pernah baca bukunya. Baru buku ini yang kubeli seminggu yang lalu, dan aku nekad ingin membacanya hari ini juga. Kayak merasa berdosa, sudah dibeli tapi nggak dibaca-baca. Kenal sama orangnya pula.
Lucu lagi ceritanya kenapa aku bisa ketemu sama buku berjudul Penganti Hamas ini.
Jadi siang itu, tiba-tiba ada chat masuk dari sesetemen yang menanyakan alamat perpustakaan Pramoedya Ananta Toer di Blora. Aku tahu daerah tempat perpustakaan itu berada, tapi belum pernah ke sana.
Iseng-iseng kukirim padanya, brosur pameran sejuta buku di GOR Blora. Aku yang baru saja buka laptop untuk mengedit naskah terpaksa mematikannya lagi, karena dia mengajak berkunjung ke pameran.
Yo wis, jadilah kita janjian tiba di tujuan. Aku siap-siap lalu berangkat ke kota, cukup jauh untuk sampai ke GOR sekitar tiga puluh menit dengan kecepatan sedang, 60km/jam.
Pas sampai di parkiran, aku lihat motornya sudah ada di sana. Beberapa kali ketemu aku hapal motor yang selalu dia pakai. Kebetulan sekali di lokasi masih sepi sebab, hari itu hari pertama pameran digelar.
Lalu kubuka hape, benar, ternyata dia bilang sudah di lokasi. Aku meraih botol minuman yang kubawa lantas masuk ke gedung olahraga.
Setelah saling menyapa, kami lantas sibuk mencari buku apa yang ingin dibeli. Semua lapak kulihat satu-satu, mulai dari tumpukan novel, buku sejarah, biografi, teknologi, buku pelajaran, soal-soal latihan, parenting, tutorial, buku anak, dan masih banyak lagi.
Ketemulah, aku sama buku ini. Asli. Aku ketawa sendiri waktu itu, langsung aku foto dan kukirim ke Mbak Vanny. Dia excited pula dan bilang malah nggak punya buku ini. Okelah, tanpa pikir panjang aku langsung beli.
Sebagai pencinta bacaan, aku suka kalap kalau ada bazar. Tapi kemarin nggak terlalu antusias, ingat kalau di rumah ada buku fantasi trilogi, yang kubeli sebulan lalu, masih rapi terbungkus plastik. Hahaha belum kusentuh, juga ada novel thriller yang baru setengah baca. Nanti kapan beli buku lagi kalau sudah kehabisan bacaan.
Setelah capek muter-muter, masing-masing dari kami cuma beli satu buku, lalu melipir cari tempat ngopi.
Buat dia, yang pulangnya kehujanan. Kuharap sehat selalu dan sampai jumpa lagi.
Btw, nggak biasa nulis pakai hape, tanganku kebas, hiks. Tapi nggak apa-apa deh. Lega rasanya udah selesai baca buku ini.
Buat goodreaders Penakata yang lain, yuk bikin review juga.
20.36, 03 April 2019
Duduk sendiri di dekat jendela kamar, sembari ngopi cantik dan dengerin lagu-lagu klasik.
Best Regard
Yuke Neza
Wih bukumu berani kak haha
Aku pun dari dulu kalau mau nulis cerpen latar belakang konflik Palestina, pasti gk yakin dengan penggambaranku.
Makanya sebelum nulis, biasanya aku bangun emosi dan imajinasiku dengan membaca-baca topik kepalestinaan.
Dulu di Pm aku sempat nulis cerpen palestina, demi mndapat ruhnya aku riset kecil2an, trus saat nulis dialog nangis ya nulisnya sambil nangis, begitu pun marah atau ketawa. Jadi favorit dan berhasil buat bberapa pembaca “katanya” nangis. Hihihi
Serius, aku masih maju mundur untuk buat cerita latar belakang palestina atau Suriah. Gk mau ngasal bayangin aja. Hehe..
??
Nulis setting luar negeri memang nggak boleh asal, Kak Muezza. Kudu riset dan tahu situasi di sana kek apa dan bagaimana. Apalagi kalau mengenai konflik antar negara, salah-salah bisa jadi masalah, kan. Sejauh ini aku juga belum berani nulis berlatar luar negeri, baru rencana tapi belum terealisasi.
Wah sayang sekali, dulu aku belum kenal sama Kak Muezza ya, jadi aku enggak tahu cerita yang mana. But, over all, nggak ada yang nggak mungkin sama kita mau belajar. ???
Betul. Haha apalagi gak pernah ke luar negeri ?
Kayaknya sesuatu gitu kalau ngatur latarnya di luar negeri. Haha
Iya ya. Kakak termasuk baru di plukme ya. ? Yaudah sekarang kita kan udah kenal. Hehe
Hayuk belajar terus. ?
Jd ingin ke luar negeri. Tapi bukan Palestina, takut ?
Eh sependapat sih. Kadang pas di gramed, tergiur beli novel soal perjuangan di palestina, aleppo, dan segala macem. Tapi ragu. Wkwk. Sukaan malah yg lokal2 aja lokasinya wkwk
Btw Kak, memang gak dijelaskan ciri2 fisik bukunya yah? Hehe
Aku suka novel luar, tapi fantasi dan aksi. Apalagi yang Riddle gitu, suka bikin penasaran.
Ciri-ciri fisik tokoh dijelaskan dikit, kurang banget di world building. Itu menurutku.
Jadi pengen baca~ Karena sesuatu yang berbau Palestina itu menggiurkan meski menyakitkan.
Cari aja, Rin. Bukunya terbitan Jogja sih ini. Pasti masih banyak stok meski keluaran udah lama.