Keluarga, sungguh tidak seorangpun mampu mengatakan secara sembrono. Kepercayaan yang luar biasa serasa saling menjaga. Tak semua bisa menjadi keluarga bahkan keluarga itu sendiri. Urusan percaya memang tidak bisa dianggap enteng. Butuh proses berdarah ataupun moment yang tepat. Apalagi percaya hubungannya sama hati. Benda absurd yang tak bisa diterawang dengan mata terbuka. Dunia batin harus pakai mata batin alias kebatinan. Sayangnya hanya orang tertentu yang bisa melakukannya.
Keluarga menurut Ki Hajar Dewantara adalah kawula dan warga. Kawula artinya hamba warga artinya anggota. Tentunya menjadi kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Saya bagian dari warga dan warga menjadi bagian dari saya. Keterikatan yang melibatkan soal rasa yang tak dapat dilogika. Bagian yang saling tarik menarik saling menguatkan. Begitu dekat tanpa sekat ataupun curiga. Baik itu dari hubungan darah (convetional kin) maupun yang dianggap keluarga (fictive kin).
Kerenggangan hubungan keluarga akan terasa lebih jauh saat ada problema. Terlebih karena ada rasa percaya yang didustai. Seperti menaruh kendi diatas meja lalu jatuh pecah berserakan. Air yang di dalamnya tentu akan muncrat kemana-mana. Meskipun bisa disatukan kembali. Rasanya tidak akan sama seperti kali pertama. Terkadang bencinya tak bisa dibendung apalagi diredam. Hingga yang semestinya aib harus dituptupi jadi bahan cibiran dan omongan. Sudah tak ada malu, justru jadi merasa puas.
Pemilihan pemimpin menjadi pesta demokrasi di negeri ini. Hal ini melahirkan kejadian-kejadian yang terkadang menggelikan. Komedi lucu dengan bumbu-bumbu pedas asin gurih dan asam. Resep masa kini yang tidak ada di rumah makan. Hati-hati kalau sekali mencoba kamu akan merasa ketagihan. Soalnya tidak bayar tapi malah dapat uang. Asal mau bilang enak, bagus, dan ikut mempengaruhi orang lain. Menambah customer untuk loyal dan ikut berkowar-kowar.
Tentang orang yang kita sayang dan calon yang kita dukung. Keluarga yang mestinya dijaga malah abai tanpa tameng. Biasa mengumbar masalah pribadi ke ruang publik. Tanpa merasa salah dan malu. Tapi kalau tentang calon yang kita pilih. Tanpa diminta seolah langsung timbul keinginan membela. Terkadang sampai berkelahi saling ejek mempertahankan diri. Keluarga bukan, kenal tidak, tapi bisa langsung jadi budak. Mengalahkan yang benar-benar keluarga. Mengesampingkan yang semestinya kita sayang. Lalu siapa mereka dibanding orang yang selalu ada dalam suka dan duka?
Tanpa sadar kalau dibiarkan lama-lama akan menjadi folklore. Hanya menjadi cerita-cerita yang turun-temurun. Kalaupun calonnya jadi dan tertangkap tangan korupsi. Ada-ada aja dan cenderung menghalalkan segala cara untuk tetap menjaga nama baiknya. Bukannya menjaga nama baik keluarga lebih penting. Celakanya keluarga menjadi text minor yang tidak dianggap. Lalu anda berkorban untuk apa? Anda ada di kubu mana? Anda berjuang untuk siapa? Tidak ada kebaikan lahir dari kejahatan dan begitu pula sebaliknya. Karena niat itu jelas tidak pernah samar apalagi ragu-ragu.
Pic by pixabay.com
Pasanganpun terancam pisah gegara beda pilihan. Nice kak! Salam kenal?
Salam kenal balik kak…???